Dinamika Pendidikan, Islam, Sosbud, Iptek sekitar kita

GURU SEYOGYANYA MEMBACA DAN MENULIS BUKAN PLAGIATOR

Drs. Herikasni, M.Pd. | 08.50 | 0 komentar

Plagiaat menurut Kamus Internasional Populer (Karya Anda : ) adalah perbuatan menjiplak tulisan/ karya orang lain dan mengakuinya sebagai karya sendiri. Menurut Kamus Modern (M. Dahlan Al Barry : 1994) plagiat adalah penjiplakan karya cipta orang lain dan dipublikasi sebagai karya cipta sendiri. Orang yang melakukan ini disebut sebagai plagiator. Kamus lengkap Prof. Drs. S. Wojowasito-WJS. Purwadarminta : 1980 menuliskan plagiarism (penjiplakan), dan plagiarist (penjiplak). Sesungguhnya karya tulis merupakan kekayaan intelektual seseorang, dan bagi orang yang mengambil (menjiplak) karya tulis orang lain dianggap pencuri dan dapat saja dikenakan sanksi pidana, untuk kemudian dihukum penjara serta membayar denda.
Namun walau banyak orang tahu, terutama di kalangan orang-orang terpelajar dan berpendidikan seperti di kalangan pelajar, mahasiswa, pegawai, dan masyarakat berpendidikan umumnya, kegiatan plagiat justru terlihat marak dilakukan. Apalagi sekarang didukung teknologi komputer (beserta internet dan equipmentnya) yang canggih. Satu flash disk, atau bahkan external disk dapat memuat ratusan file dengan colok sana sini, tinggal ganti nama, tanpa rikuh lalu tinggal diprint.

Mulai dari tugas sekolah, di sebagian sekolah, murid-murid sudah terbudayakan untuk menyalin (bahkan memfotocopy atau mengcopy paste) apakah dari buku atau internet, dengan legitimasi untuk bahan belajar tugas ini diprint dengan cantik, dikumpul untuk dinilai guru. Bahkan ada beberapa PR siswa yang dikumpul, kulitnya saja yang berbeda (ini dapat terpantau di tempat siswa memfotocopy atau memprint). Padahal ini unsur belajarnya sangat sedikit dibandingkan jika siswa diwajibkan membaca dari sumber yang diarahkan guru, tidak perlu diprint (kecuali karya sendiri), tapi diuji satu persatu. Memang, gurunya tentu harus membaca dan menguasai materi terlebih dahulu. Lalu sebagian mahasiswa, untuk tugas-tugas kuliah, laporan-laporan, bahkan skripsi, sudah lumrah jiplak menjiplak, tidak lagi terpantau oleh dosennya. Adapula yang melegitimasi, asal inti materinya berbeda sah-sah saja. Apa iya? Sebagian PNS dan masyarakat umumpun tidak terkecuali. Portofolio untuk penilaian naik pangkat/ jabatan, karya tulis, bahan ceramah, piagam, proposal proyek, karya cipta, bahan perizinan diubah-ubah sedikit lalu diklaim sebagai milik sendiri. Sejauh ini yang berwenang pada bidang masing-masing nampaknya belum lagi berkonsentrasi untuk menertibkannya, sementara dunia tulis-menulis semakin dijauhi kejujuran.

Kemudian mencermati pula kepada para pendidik, khususnya profesi guru. Dunia guru tidak pula luput dari syndrome atau symptom ini. Padahal guru adalah pendidik dan teladan. Banyak guru dalam melaksanakan tugas profesi mendidiknya mulai lumrah menggunakan karya atau milik orang lain. Seorang guru perlu menyusun perangkat kurikulum dan bahan pengajaran seperti Kalender Pendidikan, Rincian Minggu Efektif, SI, SKL, SK/ KD, SKKNI/ Spektrum, Pemetaan Kompetensi, Silabus, KKM/ Pemetaan Indikator KKM/ SKKM, Program Pengajaran Semester, RPP, Materi bahan ajar, Buku-buku Pegangan, Buku Absen, Batas Pelajaran, Lembar Penilaian/ Evaluasi hasil belajar, Buku Nilai, Alat Bantu Belajar, analisisPBM/ pengayaan, dan Administrasi kelas bagi wali kelas. Kesemuanya merupakan administrasi pendidikan dengan mata rantai utama KTSP sekolah, yang harus dikuasai oleh seorang guru. Untuk yang ditulis miring harus dibuat sendiri oleh guru yang bersangkutan sesuai bidang kompetensi yang diajarkannya. Sesungguhnya di dalam sepuluh kompetensi guru dan kode etik guru telah mengisyaratkan hal itu harus dikuasai oleh seorang guru. Tetapi guru yang tidak kompeten (kadang tercipta oleh Crash Programme), menjiplak atau mengcopy paste milik orang atau sejawatnya, lalu mengklaim sebagai karya sendiri. Memang tugas guru idealnya berat dan bukan hanya di sekolah, (seperti pegawai yang hanya di kantor, ketika pulang bisa bersantai), guru selalu membawa tugas-tugasnya ke rumah. Begadang hingga larut malam, apalagi di awal dan akhir semester. Tetapi hal demikian bukanlah alasan bagi seorang guru untuk menghalalkan praktek plagiat seperti mengcopy paste atau menjiplak silabus, RPP, diktat, modul, hand out, lembar informasi, job sheet, dan sebagainya untuk diklaim sebagai karya sendiri. Apalagi yang sifatnya dikomersilkan seperti dijual, bahan ajar paket diklat, menatar, bahkan untuk sertifikasi guru.

Sertifikasi guru esensinya untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru agar mutu pendidikan nasional dapat terangkat. Maka dari peningkatan itu seorang guru berhak mendapatkan penghargaan imbalan jasa berupa sertifikasi. Bagaimanakah jika sertifikasi itu sebagian didapatkan dari tindakan plagiat dan pemalsuan bahan portofolio seperti yang tersinyalir oleh Direktorat PMPTK? Wallahu’alam. Memang proses sertifikasi guru sekarang ini belumlah selektif dan efektif. Belum mengukur kompetensi dan kinerja guru. Wajar kalau ada yang berpendapat sertifikasi akan diberikan kepada semua guru karena tujuannya hanya untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Inipun sesungguhnya sah-sah saja dan dapat disyukuri. Tetapi menjadi seorang guru seyogyanya tidak terlepas dari mata hati, nurani, dan akal budi agar tindakannya selalu jadi teladan terjaga dari akhlak moral yang kurang baik.

Guru adalah pendidik. Mendidik merupakan suatu kegiatan yang bukan hanya mengajarkan ilmu atau keterampilan, tetapi lebih kepada memberi keteladanan, mencontohkan, terutama melalui diri sendiri. Guru meneladankan bagaimana cara belajar, bagaimana cara membaca, cara memahami, menulis, cara bekerja, bagaimana cara bersikap, berakhlak, menghargai orang, karya orang lain. Untuk kemudian menghargai diri sendiri dengan berkarya sendiri dan menghindari sikap plagiat. Tentu seyogyanya seorang guru terlebih dahulu membiasakan diri membaca, berupaya memahami bacaan, dan kemudian membiasakan pula menulis, terutama bahan-bahan yang terkait dengan kegiatan pendidikan pembelajaran, dan seterusnya. Dengan demikian seorang guru dapat membuktikan kompetensinya, kinerja, sekaligus meneladankan sikap konstruktif kepada anak didik.

Selepas itu maka biarkan yang berwenang, seperti pengawas, pimpinan atau tim assessor sertifikasi untuk bekerja melakukan penilaian yang obyektif. Tentu seorang guru yang profesional akan dinilai dari kompetensi mengajarnya terhadap subyeknya anak didik, bukan dari status kepegawaian atau hal-hal lain, dan tentu seyogyanya ia akan mendapatkan apa yang menjadi haknya.

Padang, 10 Januari 2010
Penulis : Drs. Herikasni, M.Pd.
BLPT Sumbar

Category:

About GalleryBloggerTemplates.com:
GalleryBloggerTemplates.com is Free Blogger Templates Gallery. We provide Blogger templates for free. You can find about tutorials, blogger hacks, SEO optimization, tips and tricks here!

0 komentar

Page Rank

PageRank